Rashōmon (羅生門)

Pada tahun 1915, seorang penulis Jepang bernama Ryūnosuke Akugatawa menulis cerita pendek berjudul Yabu no Naka. Cerita pendek ini kemudian diadaptasi oleh Akira Kurosawa dengan judul Rashōmon. Bagi kalian yang mengaku suka film, saya sangat menyarankan untuk menonton film karya Akira Kurosawa. Keren, meskipun sebagian film-filmnya (misalnya Seven Samurai, Yojimbo, dan lain-lain) adalah film hitam putih. Oh ya, di situs Rotten Tomatoes (agregat situs review film), Rashōmon mendapatkan rating 100% fresh!

Film ini dibuka dengan adegan seorang penebang kayu dan seorang biksu yang sedang berteduh di gerbang Rashōmon. Saat ada satu orang lagi yang bergabung untuk berteduh bersama, si penebang kayu bercerita bahwa dia pernah menyaksikan suatu peristiwa yang mengerikan, yaitu pembunuhan. Tiga hari yang lalu, dia menemukan mayat samurai di hutan. Si biksu mengatakan bahwa dia juga pernah melihat seorang samurai dan istrinya berjalan ke hutan tiga hari yang lalu, dan diminta untuk menjadi saksi dalam sebuah pengadilan.

Di pengadilan itu, si biksu bertemu dengan Tajōmaru, si bandit yang mengaku telah membunuh si samurai dan memperkosa istri si samurai. Saat diminta memberikan pernyataan, dia bercerita bahwa dia berhasil memancing si samurai untuk pergi ke tempat terpencil dan berhasil mengikatnya di sebuah pohon. Lalu, dia membawa istri si samurai ke tempat itu. Pada awalnya istri si samurai berusaha membela diri, tapi kemudian “tergoda” oleh Tajomaru. Karena merasa malu, dia memohon kepada Tajomaru agar dia mau duel dengan suaminya. Tajomaru melepaskan si samurai dan mereka berdua berduel dengan gigih hingga akhirnya Tajomaru menjadi pemenangnya, lalu istri si samurai melarikan diri.

Saat istri si samurai diminta memberikan kesaksian, dia menyampaikan cerita yang berbeda. Setelah Tajomaru memperkosa dirinya, Tajomaru meninggalkan dirinya. Lalu dia memohon maaf kepada suaminya, tapi dia hanya menatap istrinya dengan dingin. Setelah istri si samurai membebaskan si samurai, dia memohon kepada si samurai agar dia membunuh istrinya supaya sang istri tidak dihantui rasa bersalah. Si samurai hanya menatap istrinya dengan tatapan dingin dan istrinya pun pingsan. Saat istri si samurai terbangun, dia menemukan suaminya sudah tewas. Dia mencoba bunuh diri tapi tidak berhasil.

Mungkin di sini kalian bingung, kenapa ceritanya berbeda? Hakim juga merasa bingung, sehingga dia meminta bantuan seorang miko untuk memanggil arwah samurai yang sudah tewas.

Arwah samurai itu bersaksi bahwa setelah Tajomaru memperkosa istrinya, Tajomaru meminta istri si samurai untuk ikut hidup bersama Tajomaru. Istrinya menerima tawaran itu dan meminta si bandit untuk membunuh sang samurai. Tajomaru sangat terkejut mendengar permintaan ini, lalu memberikan pilihan kepada si samuraI: apakah wanita ini dilepaskan saja atau lebih baik dibunuh? Istri si samurai kabur, lalu Tajomaru membebaskan si samurai dan samurai tersebut bunuh diri.

Jadi ternyata ada tiga cerita yang berbeda!

Lalu (kembali di gerbang Rashomon, tiga hari setelah pengadilan berakhir), si penebang kayu bercerita kepada biksu bahwa cerita si samurai juga -ternyata- bohong. Si penebang kayu melihat peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan tersebut, tapi dia tidak ingin terlibat dalam pengadilan.

Dalam cerita si penebang kayu, Tajomaru memohon kepada istri si samurai agar mau menikah dengannya, tapi istri si samurai malah melepaskan suaminya. Pada awalnya si samurai tidak mau berduel dengan Tajomaru karena dia tidak mau mempertaruhkan nyawanya untuk seorang wanita manja, tapi istri si samurai mengolok-ngolok mereka berdua dengan mengatakan bahwa mereka bukan pria sejati. Pada saat mereka berduel, pertarungan mereka sangat payah (tidak sengit seperti yang diceritakan Tajomaru), dan pada akhirnya Tajomaru menang setelah secara kebetulan menusuk si samurai. Pada saat itu, istri si samurai melarikan diri dan Tajomaru tidak berhasil menangkapnya.

Cerita si penebang kayu membuktikan bahwa ternyata ketiga orang itu semuanya berbohong. Biksu ini merasa terguncang karena peristiwa itu menunjukkan bahwa manusia sangat egois. Mereka selalu berusaha mencitrakan diri mereka secara positif atau memposisikan mereka sebagai korban agar mendapatkan simpati dari orang lain.

Apa yang bisa kita pelajari dari kisah ini?

Kita harus lebih kritis terhadap apa yang dikatakan oleh orang lain. Jangan hanya mendengarkan apa yang dikatakan atau dilakukan oleh orang tersebut, tapi ingat juga siapa orang itu dan apa tujuannya dia mengatakan atau melakukan hal tersebut. Seringkali orang menyusun sebuah cerita atau melakukan suatu tindakan untuk menciptakan kesan baik bagi dirinya sendiri. Tidak jarang orang menempatkan dirinya sebagai korban yang perlu dikasihani, sedangkan orang lain dalam ceritanya terlihat sebagai orang jahat yang perlu dibenci oleh pengamat ceritanya.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s