The Murder on the Links, Agatha Christie
Novel detektif ini adalah cerita ke-2 Hercule Poirot, kelanjutan dari The Mysterious Affair at Styles. Tokoh utamanya masih sama. Hercule Poirot dan Arthur Hastings mendapat kiriman surat dari seseorang yang berkata bahwa dia dalam bahaya dan mereka diminta secepatya datang ke kediamannya. Ketika mereka tiba, ternyata orang itu sudah terbunuh di lapangan golf (“links“). Sifat-sifat dasar dari seri Poirot mulai ditampilkan di buku ini (kelemahan Hastings terhadap wanita, kesukaan Poirot terhadap kerapihan, sifat Poirot yang rada sombong, dll.).
Yang lucu di novel ini adalah adanya karakter detektif plesetan dari Sherlock Holmes – Giraud. Berbeda dengan Poirot yang banyak bicara dan memahami motif perasaan, Giraud mencari bukti-bukti fisik dengan kaca pembesar dan logika. Dia dan Poirot bertaruh bahwa mereka bisa memecahkan kasus ini lebih cepat dan tepat dengan cara mereka masing-masing.
A General Introduction to Psychoanalysis, Sigmund Freud
Butuh waktu agak lama untuk selesai membaca buku ini hingga tuntas. Dari postingan sebelumnya, kira-kira hampir sebulan baru selesai. Buku ini merupakan salah satu rangkaian Standard Edition of the Complete Psychological Works of Sigmund Freud. Sudah lama saya ingin membaca buku-buku Freud sejak dosen saya bilang di kurikulum Profesi Psikologi yang jadul, akses buku teks sangat terbatas sehingga mereka harus belajar dari teks klasik seperti Freud. Pada akhirnya saya tidak terlalu banyak membaca buku-buku psikoanalisis klasik, apalagi sejak saya lebih fokus ke tesis saya (Rational Emotive Behavior Therapy).
Ada 3 topik besar yang dibahas di buku ini: The Psychology of Errors, The Dream, dan General Theory of Neuroses. Keseluruhan buku ini ditulis seolah-olah kita sedang mendengarkan kuliah Freud di dalam kelas. Ada beberapa contoh kasus yang menarik, tapi secara umum agak membosankan. Apalagi kalau kita sudah mendapat paparan intisari pemikiran Freud lewat buku teks Psikologi Kepribadian. Membaca buku ini di tahun 2021 bisa membantu memberi konteks sejauh mana ilmu psikologi sudah berubah sejak seratusan tahun yang lalu.
The Righteous Mind: Why Good People Are Divided by Politics and Religion, Jonathan Haidt
Sejak pilgub DKI Jakarta dan pilpres 2019, rasanya polarisasi di masyarakat Indonesia makin terlihat jelas. Buku ini beberapa kali disebut dapat memberikan kerangka kenapa orang dapat berbeda pendapat, khususnya dalam hal yang menyangkut moralitas (dalam buku ini dikaitkan dengan pilihan politik dan latar belakang religi). Bagian awal buku ini menjelaskan sejarah filsafat dan riset terkait moralitas. Ada beberapa tokoh sejarah psikologi juga yang dikutip kembali di sini, misalnya Lawrence Kohlberg.
Cukup menarik juga karena memberikan perspektif lain yang memposisikan orang-orang konservatif secara positif, terlebih karena saya mulai merasa terlalu banyak mendengar opini fafifu wasweswos di lingkungan sekitar saya yang bernada progresif-liberal-dll. Dalam buku ini, Haidt mengajukan kerangka pikir bahwa orang yang beda pendapat dengan kita (khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan moralitas) bisa jadi memang memiliki landasan moral yang berbeda (moral foundations). Bukan berarti yang satu lebih baik dari yang lain, tapi memang fokus yang beda ini membuat kita memiliki kesimpulan yang berbeda mengenai apa yang penting dan sakral dalam hidup kita.
Mice Cartoon: Obladi Oblada Life Goes On, Mice
Saya tertarik baca ini di aplikasi Gramedia Digital karena ini adalah buku pertama yang dia rilis kembali setelah seri Benny dan Mice berakhir. Jadi sempat dibahas secara singkat sekali bahwa Mice tidak lagi berjalan bersama Benny. Ada pengenalan beberapa karakter baru, tapi memang benar bahwa selera humornya beda dan rasanya di buku ini Mice masih mengeksplorasi nada dan positioning komiknya setelah dia solo karir.
Norse Mythology, Neil Gaiman
Nama Thor, Odin, Loki jadi populer banget karena Marvel Cinematic Universe. Tapi kisah mereka awal mulanya berasal dari kisah yang diceritakan turun temurun oleh leluhur bangsa Viking. Tentunya di kisah aslinya mereka bukan superhero yang melawan Thanos bersama-sama dengan Iron Man, Cap America, dkk.
Di buku ini, Neil Gaiman menjahit kembali setiap cerita yang ada dan menuturkan kembali sehingga lebih mudah dipahami. Untuk orang-orang yang memang suka mitos dewa-dewa Viking, sebenernya hampir tidak ada cerita baru di sini, karena memang penulisnya berusaha untuk tetap akurat terhadap naskah aslinya. Asal usul palu Thor masih sama, kisah kenapa Odin cuma punya satu mata masih sama, Ragnarok masih sama, dst. Tapi buat pembaca yang belum terlalu familiar dengan mitosnya atau baru mulai mendangar nama-nama dewa ini lewat film populer seperti MCU/Avengers, buku ini bisa jadi pengantar yang seru buat dibaca.