Dalam salah satu surat yang ditulis Richard Dawkins pada anaknya yang berusia 10 tahun (“A Devil’s Chaplain“, 2004), dia menjelaskan tentang cinta. Menurut Dawkins, perasaan cinta dapat ditunjukkan lewat bukti nyata. Mungkin bukti-bukti yang kita peroleh sepertinya tergolong kecil, tapi bila dikumpulkan akan jadi sesuatu yang tidak terbantahkan. Perasaan yang ada di dalam diri kita dapat tercermin di luar diri kita: mulai dari tatapan mata yang hangat, suara yang lebih lembut, kebaikan hati, dan keinginan untuk menolong; ini adalah bukti nyata bahwa cinta itu ada, dan merupakan sesuatu yang dapat kita yakini.
Jadi bukan hanya hitungan eksakta yang dapat ditunjukkan lewat bukti empirik. Perasaan pun dapat terwujud dalam tindakan nyata yang menjadi bukti keberadaan perasaan tersebut.
Ini sejalan juga sih dengan konsep dalam ilmu psikologi: pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan komponen dalam diri seseorang yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Jika kita menyatakan bahwa kita merasa mencintai seseorang, mungkin kita perlu melakukan “uji hipotesis” itu dengan melihat apakah kita memang dapat memberikan bukti-buktinya dalam dunia nyata (tidak hanya dalam angan-angan, pikiran, apalagi khayalan kita saja).
Kalau tidak ada manifestasi yang dapat kita tampilkan, mungkin kita keliru memahami perasaan kita sendiri.