Kemarin-kemarin ini saya nonton 47 Ronin, dan di penghujung film saya merasa rugi sudah bela-belain nonton di bioskop. Berikut ringkasan ceritanya menurut blog Sobekan Tiket Bioskop:
Lord Asano sebagai penguasa daerah Ako, dijebak oleh rivalnya Lord Kira. Shogun Tokugawa pun menghukum Lord Asano dengan menyuruhnya melakukan seppuku, sebuah cara bunuh diri yang terhormat. Lord Kira pun menguasai daerah Ako, sekaligus mengasingkan para samurai yang kini tak bertuan, yang disebut sebagai Ronin.
Setelah setahun, Oishi sebagai pemimpin para ronin mengumpulkan kembali anak buahnya, sekaligus meminta bantuan dari orang Jepang yang berdarah-campuran, untuk membalas dengan kepada Lord Kira. Sebelum Lord Kira menikahi putri dari Lord Asano dan memproklamirkan dirinya sebagai penguasa daerah Ako, para ronin harus membunuhnya sebagai balas dendam seorang samurai sejati, atau bushido.
Ini trailernya:
Saya merasa gondok banget setelah beres nonton film ini. Saking gondoknya, sampai-sampai saya merasa perlu membuat postingan di blog ini untuk membahas mengenai film ini.
Film ini diadaptasi dari kisah nyata 47 ronin di Jepang pada abad ke-18, yang sudah menjadi semacam kisah legenda. Premis ini sih masih sama dengan filmnya. Selain konsep 47 ronin yang membalas dendam, sisanya hanya ditambah-tambahkan, dan itu pun tidak menyatu dengan mulus.
Tokoh Kai, yang diperankan oleh Keanu Reeves dan muncul di tampilan trailer di atas, merupakan tokoh tambahan yang sebenarnya tidak ada dalam kisah asli 47 Ronin. Di pembukaan film, disampaikan seolah-olah bahwa Kai memegang peranan penting banget dalam film ini. Meskipun demikian, sebenarnya yang menjadi tokoh utama dari 47 Ronin adalah Oishi. TAPI yang dijadikan seolah sebagai pahlawan utama malah Kai.
Jadi apa sih fungsi Kai dalam film ini?
Kayaknya sih… tidak ada.
Saya mencoba membayangkan bila karakter ini dihilangkan dari film, ternyata jalan ceritanya malah jadi tambah bagus dan logis! Kalaupun tidak ada Kai, tetap saja jalan ceritanya adalah “Oishi mengincar Lord Kira untuk membalaskan dendam Lord Asano“.
Setelah saya baca-baca penjelasan dari berbagai situs, ternyata film ini memang ditunda rilisnya karena dialog Keanu dan juga aspek fantasy-nya (sihir-sihiran, mejik, dsb.) sengaja diperbanyak agar filmnya lebih populer. Nampaknya sih justru malah tambah buruk ya.
Kai, yang sepanjang film terus-menerus dihina oleh karakter lain karena dia adalah keturunan campuran (“halfbreed“), malah tidak ada tampang Asia sama sekali. Lebih bikin aneh lagi, semua orang di film ini bicara pakai bahasa Inggris! Padahal kalau pakai bahasa Jepang dan diberi subtitle mungkin malah akan jadi lebih keren.
CGI di film ini juga kurang memuaskan. Kalau dibuat perbandingan, mungkin ibaratnya seperti-sinetron-Indosiar-tapi-rada-bagusan-dikit. Adegan yang ditampilkan juga tidak memuaskan sih, bagian yang harusnya jadi klimaks seringkali malah dihentikan begitu saja Misal:
(1) saat adegan seppuku, yang harusnya menegangkan, malah tidak ditayangkan, atau
(2) setiap kali musuh yang berat akan kalah, adegan kalahnya cuma segitu aja, gak keren.
Poin kedua itu yang bikin kesal banget. Tadinya saya udah menghibur diri sendiri “oke lah film ini jalan ceritanya ga keren-keren amat, jadi nikmati adegan action-nya aja”… taunya adegan action-nya juga ga keren. Begitu juga dengan adegan-adegan lain yang harusnya jadi penyelesaian konflik di film ini. Kesan yang saya peroleh adalah “ya udah, gitu aja, selesai”.
Kecewa. Itu lah kesan saya habis nonton film ini.
Kalau anda bertanya apakah film ini layak ditonton, sebaiknya jangan nonton di bioskop deh.
Kecuali anda fans berat Keanu.