![]() |
B.F. Skinner |
Hari ini saya membaca tentang sejarah dan teori-teori klasik di salah satu buku teks Psikopatologi yang dijadikan referensi oleh seorang dosen. Salah satu teori klasik yang dibahas adalah teori learning, yaitu classical conditioning dan operant conditioning. Kedua konsep ini merupakan teori yang pasti diajarkan kepada seluruh mahasiswa S1 Psikologi; rasanya hampir tidak ada mahasiswa Psikologi yang tidak pernah mendengar nama Pavlov atau Skinner.
Kembali ke buku itu: penjelasan tentang learning itu cuma satu halaman saja (hurufnya kecil-kecil sih, tapi tetap saja cuma jadi satu halaman). Saya jadi teringat lagi waktu saya masih kuliah S1, dulu materi ini diajarkan di mata kuliah Psikologi Umum II, dan saya perlu menghabiskan waktu satu pertemuan tatap muka (sekitar 100 menit) hanya untuk dapat memahami konsep ini. Setelah itu pun saya masih harus pergi ke perpustakaan untuk membaca penjelasan tambahan di buku teks yang jadi rujukan (entah itu karena saya rajin atau memang saya yang rada bodo aja karena tidak cepat paham).
Sekarang? Satu halaman itu bisa saya habiskan dalam waktu kurang dari 1 menit. Pastinya lebih cepat karena saya sudah paham konsep itu sebelumnya. Tapi jadi kepikiran ini: saya merasa sangat berterima kasih pada dosen-dosen saya di S1 yang bersedia “memperlambat” kecepatan (pace) mereka sehingga dapat diikuti oleh mahasiswa S1 yang saat itu masih ada di semester 2.
Saya bersyukur juga diberi kesempatan untuk memegang peran lain selain menjadi mahasiswa, yaitu menjadi asisten dosen dan pembimbing usulan penelitian. Mahasiswa S2 Psikologi harus mencoba sendiri bagaimana rasanya mengajar mahasiswa S1. Berjalan dengan kecepatan yang berbeda itu perlu usaha tersendiri rupanya. Melalui pengalaman ini, saya mendapatkan kesempatan untuk melihat proses pembelajaran dari sudut pandang yang lain. Mudah-mudahan hal ini juga membantu saya untuk lebih empati pada dosen saat menghadapi kami.
Sebenarnya, perbedaan pace ini sangat terasa di S2, sewaktu dosen tidak lagi “menyuapi” kita dengan materi, dan jelas tidak akan menunggu kita selesai “mengunyah” materi yang harusnya sudah kita kuasai sendiri. Kalau sampai tidak sanggup mengikuti, itu karena kita kurang mempersiapkan diri. S2 ini mengubah cara berpikir kita untuk tidak lagi menunggu apa yang diberikan oleh dosen, tetapi lebih aktif belajar mandiri. Pengalaman bekerja dan juga mengajar selama 2 semester sebelumnya membantu saya melakukan adjustment dalam menghadapi perubahan pace ini.
Sekarang saya sudah masuk penjurusan, dan kembali harus melakukan adjustment lagi. Kalau S1 masih pakai gigi 1 dan semester kemarin sudah harus pakai gigi 2, berarti sekarang sudah waktunya pakai gigi 3. Jelas lajunya akan jauh lebih kencang. Yang tidak lekas melakukan adjustment akan tertinggal jauh, tetapi bila kita melakukan adjustment dengan baik, kita akan dapat menikmati perjalanan dengan laju yang kencang ini.
Ayok ah, semangat hadapi semester 2 ini! (ngomong ke diri sendiri)