Beberapa tahun yang lalu, Oprah Winfrey Show mengangkat topik “The Secret” yang punya berbagai premis yang (terlalu) luar biasa. Salah satunya: kekuatan pikiran sangat luar biasa, bahkan penyakit pun dapat disembuhkan dengan kekuatan pikiran anda (halaman 61).
Setelah episode itu ditayangkan, seorang wanita bernama Kim Tinkham menulis surat pada Oprah bahwa dia memperoleh diagnosa kanker payudara. Tapi… dia tidak akan menjalani operasi dan kemoterapi (yang direkomendasikan oleh dokternya, yang juga direkomendasikan oleh dokter lain saat dia meminta second opinion dan third opinion.
Kim berkata pada Oprah bahwa dia tidak akan menjalani operasi, tapi akan mengikuti The Secret.
Oprah terkejut mendapatkan surat itu dan memintanya untuk tampil di acaranya. Dia mencoba untuk membujuknya agar tetap menjalani operasi dan kemoterapi. Kim Tinkham sekarang sudah meninggal.
Pada saat itu, Oprah berkata pada Kim dan orang-orang yang menonton acaranya: The Secret itu bukan jawaban atas segalanya, tapi sebuah alat.
Salah.
The Secret itu bukan alat. Itu pseudoscience.
Ketika orang menggunakan pseudoscience sebagai landasan untuk mengambil keputusan penting dalam hidupnya, maka orang dapat membahayakan hidupnya sendiri.
Permasalahan pseudoscience ini lebih berat dalam ranah psikologi. Jika ada yang sedang belajar geologi di bangku kuliah, tentunya kalian tahu bahwa kebanyakan orang tidak punya pemikiran tertentu mengenai batu dan tanah sebelumnya, juga tidak mengurusi batu dan tanah dalam kehidupan sehari-hari sebelum mulai belajar. Sebaliknya, di psikologi, kebanyakan orang tentunya berinteraksi dengan manusia setiap harinya. Oleh karena itu, saat membahas sesuatu yang “berbau psikologi”, pemikiran kita tercemar oleh konsep-konsep yang ada di pikiran kita, baik itu betulan saintifik ataupun tidak.
Bila seorang fisikawan membahas sebuah temuan baru dalam bidang ilmunya dengan bahasa yang kompleks, maka orang-orang akan maklum karena kebanyakan orang berpikir bahwa itu memang bidang ilmu yang sulit dan tidak ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, kalau sebuah temuan psikologi dibahas secara kompleks, maka orang awam bisa berpikir “ini orang ngomong apaan?“. Bayangkan saja paper ilmiah yang berjudul: “Interpreting WJ-R and KAIT Joint Factor Analyses from Gf-Gc Theory” (ini artikel betulan yang membahas tentang inteligensi). Kebanyakan orang lebih memilih untuk mengkonsumsi informasi yang “berbau psikologi” lewat media lain, yang tentunya bahasanya sudah disederhanakan (buanget, biar yang membaca bisa ngerti dan mau beli).
Tapi… kalau bahasanya disederhanakan, kita akan sulit membedakan mana yang betulan saintifik, mana yang pseudoscience, dan mana yang common sense belaka.
Jadi, untuk yang suka ilmu psikologi dan ingin mendapatkan sendiri informasi yang lebih dapat dipertanggungjawabkan mengenai pemahaman kita tentang manusia: bacalah jurnal ilmiah. Memang lebih sulit, tapi jauh lebih baik dibandingkan tersesat dalam buaian kata-kata yang enak didengar tapi tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Sumber
Stanovich, K. 2010. How to Think Straight About Psychology. USA: Pearson Education.