Nggak sedikit orang-orang yang suka berbagi ‘tips sukses’. Orang itu bisa jadi adalah mentor bisnis, pengusaha senior, motivator, atau orang yang ga jelas sebenarnya pernah melakukan apa saja sebelumnya. Mungkin motivasi mereka juga berlainan. Penjelasan mereka tentang rahasia kesuksesan kadang-kadang spesifik: lakukan ini, lakukan itu, nanti niscaya akan SUKSES. (sukses ditulis dengan huruf kapital)
Tapi, seringkali keberhasilan seseorang itu sederhana: karena keberuntungan. Hoki. Beruntung waktu itu saingannya sedikit, beruntung waktu itu ketemu orang yang pas, beruntung waktu itu nggak ditipu orang, beruntung waktu itu pemerintahnya mau diajak kerjasama, beruntung karena hal-hal lainnya. Pada saat mereka mengalami keberuntungan itu, jelas mereka sama sekali tidak bisa memprediksi masa depan mereka berdasarkan ‘tips sukses’ yang kemudian mereka sampaikan di hari depan.
Biasanya, motivator suka menyampaikan ungkapan ini: keberuntungan = kesiapan + kesempatan.
Seolah-olah kita bisa memprediksi hal apa yang harus kita siapkan dan kesempatan apa yang bakal kita peroleh gitu. Tapi banyak orang suka mendengar hal ini. Dalam acara Princeton Baccalaureate 2012, Michael Lewis menyampaikan pendapat yang menarik:
My case illustrates how success is always rationalized. People really don’t like to hear success explained away as luck — especially successful people. As they age, and succeed, people feel their success was somehow inevitable. They don’t want to acknowledge the role played by accident in their lives. There is a reason for this: the world does not want to acknowledge it either.
Transkripnya bisa dibaca di sini:
http://www.princeton.edu/main/news/archive/S33/87/54K53/
Ngomong-ngomong, sekarang ini lagi booming profesi life coach ya. Mungkin orang-orang di sini memang krisis pede sehingga perlu dikasih tau melulu tentang apa yang harus dipikirkan, dirasakan, atau dikerjakan.