Ini mungkin kedengarannya janggal, tapi dulu saya butuh waktu cukup lama sampai benar-benar bisa menerima suatu kenyataan bahwa orang lain -selain saya- punya kehidupannya sendiri.
Iya, dari dulu juga saya tahu kalau orang lain juga sama-sama manusia, tapi yang sering saya lupa adalah mereka juga melalui proses kehidupan yang sama atau bahkan lebih panjang dari saya.
Saya sering bertemu dengan orang-orang yang jauh lebih tua daripada saya. Tapi dulu saya tidak bisa membayangkan bahwa mereka sudah mengalami jauh lebih banyak hal dibandingkan saya. Mereka pernah punya anak, pernah menjadi mahasiswa juga, atau pengalaman lainnya. Bisa jadi hal-hal menarik yang baru saya alami justru bukan merupakan hal baru bagi mereka. Sudah membosankan, malah.
Saya juga sempat sulit membayangkan bahwa teman-teman saya, yang saya kenal secara pribadi, adalah manusia yang punya kegiatan lain saat saya sedang tidak di hadapan mereka. Dulu sulit banget membayangkan hal itu. Sempat saya berpikir bahwa perilaku mereka hampir semuanya dipengaruhi oleh keberadaan saya. Semuanya pasti terkait dengan perilaku saya, perasaan saya, atau setidaknya pikiran saya. Padahal mungkin saya cuma butiran debu kecil dalam hidup mereka. Nggak ngaruh.
Bayangin saat kita berada di dalam sebuah angkutan umum. Atau lagi di dalam sebuah kafe. Atau restoran. Semua orang yang ada di dalam ruangan yang sama dengan kita, semuanya punya kehidupannya sendiri-sendiri. Mereka bukan ibarat NPC dalam MMORPG yang semuanya memiliki fungsi tertentu (misal: melayani dan mengantarkan makanan, menyuplai barang dagangan, dll) sehingga perlu kita manfaatkan dan kita gunakan.
Kita bukan tokoh utama dalam alam semesta ini.
Sejak mulai menyadari ini, saya berusaha untuk lebih empati dengan orang lain. Ini nggak mudah buat saya. Tapi saya merasa butuh untuk memahami ini.
Ini pernah jadi bahan pemikiran kalian juga atau memang saya sendiri yang aneh ya?