Belajar Bekerja dan Hidup Bahagia dari Belanda

“Besok nih ya, saya lagi-lagi harus kerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore!”, kata teman saya yang sekarang menempuh karir di ibukota Indonesia. Saat itu weekend, jadi dia menyempatkan diri pulang ke kota Bandung dan ngobrol dengan saya di kafe. Berbeda dengan dulu, sekarang wajahnya terkesan lesu dan letih.
“Kamu kerja berapa hari per minggu?”, tanya saya.
Dia meneguk minumannya dulu, lalu menjawab, “Ya Senin-Jumat kira-kira kayak gitu terus. Kadang-kadang, nanti di kost tetap ada kerjaan yang harus dibereskan tiap weekend. Kadang-kadang harus lembur juga. Dalam seminggu bisa ada di kota yang berbeda.”

Saya terdiam, memikirkan dan mengira-ngira beban kerja teman saya. Kalau setiap hari ada istirahat satu jam dan kerjanya 5 hari dari Senin sampai Jumat, berarti kira-kira setiap minggu teman saya bekerja selama (sekitar) 40 jam. Meskipun dia mendapatkan gaji yang angka nominalnya besar, tapi apakah jam kerjanya memang normal? Kalau memang normal (maksudnya di kota tersebut, yang lain juga kerja sekitar 40 jam seminggu), kenapa harus sebegitu besar?
Melihat wajah teman saya yang berubah banyak, mungkin karena beratnya beban kerja dan juga kerasnya ibukota, saya jadi teringat dengan Eropa, khususnya negara Belanda. Rata-rata orang di negara Belanda hanya bekerja selama 30,6 jam per minggu. Berarti ada beda 9,4 jam dengan teman saya yang bekerja di ibukota Indonesia. Dalam setahun, dengan asumsi total minggu kerja per tahun adalah 50 minggu (karena dia tidak boleh cuti paid leave kalau belum bekerja lebih dari 5 tahun), berarti teman saya bekerja selama 2000 jam dalam setahun. Sementara itu, orang Belanda bekerja hanya selama 1530 jam dalam setahun. Bahkan menurut OECD, orang-orang Belanda bekerja sebanyak 1378 jam per tahun. Ada selisih 622 jam dalam setahun. Perlu dicatat juga bahwa teman saya perlu menembus macet setiap hari, jadi pasti waktunya lebih banyak terbuang dibandingkan dengan orang Belanda.
Rendahnya rata-rata jam kerja per minggu di Belanda salah satunya disebabkan karena sebagian besar orang di sana bekerja paruh waktu (part-time). Dengan demikian, mereka punya waktu lebih banyak untuk mengerjakan hal-hal lain yang mereka sukai. Tidak heran jika penduduknya lebih bahagia. Menurut World Happiness Report dari Earth Institute, Belanda adalah negara ke-4 paling bahagia di dunia.

Dengan jumlah jam kerja yang lebih sedikit, apakah itu berarti bahwa negara Belanda tingkat produktivitasnya rendah? Tidak. Negara Belanda masih tetap dianggap sebagai negara maju yang penduduknya kreatif dalam berbagai hal. Kreativitas ini tampak dari efisiensi mereka dalam mengoptimalkan workflow, sehingga mereka bisa menyelesaikan beban kerja yang sama dengan orang-orang di negara lain tapi dengan menggunakan waktu yang lebih sedikit. Meskipun rata-rata jam kerjanya lebih sedikit, inovasi teknologi tetap jalan terus.

Jika dibandingkan dengan teman saya yang tampak tertekan, stres, dan mungkin akan jatuh sakit dalam waktu dekat ini, nampaknya kita perlu belajar dari Belanda dalam hal bekerja. Banyak orang-orang di Indonesia yang kurang kreatif dalam usahanya mencapai keseimbangan antara kerja dan hidup (Work-Life Balance), sehingga tingkat kebahagiaan hidupnya menurun. Yuk, pikirkan cara kreatif untuk bekerja efisien agar kita punya lebih banyak waktu untuk menikmati berbagai hal lain dalam hidup ini! 🙂

Iklan

Satu tanggapan untuk “Belajar Bekerja dan Hidup Bahagia dari Belanda

  1. bahkan di tangerang, dekat saya tinggal ada sebuah pabrik yang jam kerjanya 12 jam. it's wonderill, bagaimana mau berpikir kreatif memikirkan uang dan lelah mereka sudah pusing.

    tidak ada kebahagiaan rasanya dalam wajah wajah mereka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s