Resensi Buku | 23 Episentrum – Adenita

23 Episentrum23 Episentrum by Adenita
My rating: 3 of 5 stars

Apakah gaya bicara karakter fiksi dalam sebuah novel mencerminkan gaya bicara penulisnya? Jika iya, mungkin sudah terbayang bakal seperti apa bicara dengan Adenita, penulis buku ini. Novel dengan judul 23 Episentrum menceritakan kisah orang: Matari (yang sebelumnya juga menjadi tokoh utama dalam 9 Matahari), Awan, dan Prama yang masing-masing (kata penjelasan di belakang buku ini) sedang mengejar profesi yang dicintainya. Kalau kamu beli buku 23 Episentrum ini, otomatis akan dapat bonus sebuah buku ‘suplemen’ berisi kisah nyata perjalanan hidup 23 orang yang juga memilih pekerjaan sesuai dengan apa yang mereka cintai.

Ada kontinuitas antara novel 9 Matahari dengan 23 Episentrum ini, yaitu tokoh Matari Anas yang masih terbenam dalam hutang 😀 Jika di 9 Matahari perjuangan yang dilakukan Matari adalah menyelesaikan kuliah, di 23 Episentrum ini dia menghadapi tahap berikutnya dalam tantangan hidup: dunia kerja. Di novel ini, diceritakan bagaimana dia berjuang dalam menjadi seseorang yang bekerja di TvB (Tv Berita). Tokoh kedua, Awan, adalah karyawan bank yang ingin resign dari pekerjaannya dan mengejar keinginannya untuk menjadi seorang penulis cerita. Tokoh ketiga, Prama, adalah seorang karyawan di perusahaan migas(?) yang gelisah karena jemu dengan pekerjaannya.

Premis yang disajikan novel ini sangat menarik, dan konflik yang dihadapi oleh ketiga tokoh itu memang banyak juga dirasakan oleh banyak orang yang sedang berada di tahap awal karirnya (hasil ngobrol dengan beberapa teman yang baru lulus dan mulai bekerja). Akan tetapi, sayangnya karakter ini novel ini kok agak flat, terlalu hitam putih. Yang baik ya baiiik, yang buruk ya buruk. Kepribadian ketiga tokoh utama juga nggak beda-beda amat, semuanya punya gaya bicara sok inspiratif yang lama-lama terkesan jadi agak preachy. Yang membedakan mereka cuma jenis kelamin dan pekerjaan saja (makanya di awal saya bilang jangan-jangan gaya bicara penulisnya memang seperti tokoh fiksi yang diciptakannya). Secara umum, novel ini juga memang punya nuansa ‘saya pingin memotivasi dan menginspirasi kamu setelah baca ini!’ yang sangat kental, tapi nuansanya terlalu kental (bagi saya) sehingga saya agak eneg. Orang lain mungkin pendapatnya beda. Saya suka yang manis-manis, tapi kalau terlalu manis… ya ga tahan juga. Sama seperti 9 Matahari, penyelesaian konfliknya juga kok… biasa banget. Kurang memuaskan sih, menurut saya. Mungkin karena saya orangnya suka yang serba dramatis dan klimaks, haha…

Akan tetapi, bagian suplemen dari 23 Episentrum ini sangat bagus. Mungkin penilaian positif ini karena formatnya yang non-fiksi, sehingga terkesan lebih ‘jujur’ dalam menyampaikan pesan, nggak seperti bagian fiksinya yang terlalu terkesan menasehati dan terlalu kepingin memotivasi. Beberapa tokoh yang diangkat dalam bagian suplemen ini bukan orang yang sering muncul di televisi atau media lain, sehingga kisah mereka justru jauh lebih menarik untuk disimak.

Apakah saya merekomendasikan buku ini? Ya, apalagi untuk orang-orang yang berada di rentang usia dewasa muda. Terutama sekali karena ini buku 2-in-1. Jadi tergantung preferensi masing-masing. Untuk yang suka cerita-cerita yang manis, mungkin bagian fiksi novel ini lebih menarik untuk kalian. Untuk yang butuh model konkrit, bagian suplemennya akan terasa lebih menarik.

View all my reviews

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s