Hari ini muncul berita dari LSI bahwa di antara semua calon gubernur Jakarta, pasangan Foke-Nara berada di urutan pertama di antara 6 pasangan lainnya. Tingkat dukungannya cukup besar, yaitu 49,1%. Dari angka dukungan ini, ada pihak yang menyimpulkan bahwa pasangan ini bisa langsung menang dalam waktu satu putaran saja.
Tentu saja berita ini cukup mengejutkan, terutama karena ternyata pasangan Jokowi-Ahok yang cukup dijagokan cuma mendapat dukungan 14,4%. Saya tahu informasi ini setelah nggak sengaja nonton TvOne yang menayangkan seorang narasumber yang ribut-ribut karena menuduh narasumber lain dari pihak LSI sebagai pembohong (hehe). Di luar kontroversi metodologi (teknik sampling, prosedur pengisian data, bentuk alat ukur) atau hal-hal lainnya, tentu saja ini merupakan hal yang menarik.
Menarik karena ini tamparan buat kelas menengah yang sibuk di dunia social media, terutama Twitter. Ternyata, apa yang terjadi di dunia twitter tidak sama dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Wajar sih, sebab penghuni twitter kebanyakan merupakan golongan kelas menengah atas yang (dalam piramida kelas sosial) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kelas bawah. Sebagai kelas menengah atau menengah atas, kita sering lupa bahwa twitter bukan satu-satunya media yang merepresentasikan masyarakat Indonesia.
Ini salah satu aspek menarik dari demokrasi: suara kamu bobotnya sama dengan suara orang lain. Sama-sama cuma satu.