Ada yang pernah mengatakan kepada saya (sebenarnya saya juga nggak tahu darimana dia mendapatkan data ini) bahwa sebelum ada yang menciptakan alat transportasi bernama Kereta Api, tidak pernah terlintas dalam pikiran siapa pun bahwa di dunia ini ada pekerjaan sebagai “Masinis”.
10 tahun yang lalu, internet masih belum banyak berkembang di Indonesia. Sekarang, penggunaan Social Media digital sangat marak dalam kehidupan sehari-hari kita. Sebelum ada Twitter, apakah pernah terpikir ada pekerjaan sebagai analis data percakapan / Trending Topics di Twitter? Sebelum Social Media digital menjadi sangat populer seperti sekarang ini, pernahkah ada yang terpikir bahwa ada sebuah pekerjaan sebagai seorang “Social Media Strategist”?
Dunia kerja ikut bergerak maju seiring dengan perkembangan jaman, bahkan bisa lebih cepat dibandingkan perkembangan negara tempat industri tersebut berada. Apa yang kita pelajari saat ini, sebagian sudah obsolete saat kita lulus kuliah. Kemarin ini teman saya yang bergerak di dunia IT bercerita bahwa bahasa yang digunakan sudah bergeser dari C++ ke HTML5 (saya nggak ngerti maksudnya apaan -_-, tapi intinya apa yang diajarkan di kuliah justru sudah digantikan oleh teknologi baru).Tentu saja bagi orang seperti dia, beradaptasi ke teknologi baru bukan hal yang mustahil dilakukan.
Adik angkatan mengeluhkan bahwa alat tes psikologi yang diajarkan di fakultas sudah “ketinggalan jaman”. Banyak fakultas psikologi lain yang mengajarkan alat tes yang lebih modern atau justru mengganti fokus kurikulum mereka sehingga tidak lagi terfokus pada alat psikodiagnostik.
Dengan menggunakan analogi yang sama dengan teman saya di IT tersebut, saya berpikir bahwa justru kita tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal seperti itu. Daripada mempelajari instruksi dan cara skoring alat tes “baru”, lebih baik kita mempelajari alat tes yang diajarkan di fakultas secara mendalam. Tapi jangan hanya mempelajari bagaimana cara kasih instruksinya atau cara skoringnya, tapi pelajari juga filosofi dan prinsip dasar alat tes tersebut. Biar bagaimanapun juga, alat-alat tes modern itu merupakan modifikasi atau pengembangan dari alat tes yang lama. Kalau memang merasa perlu mempelajari alat tes baru, ya ikut saja pelatihan alat tes di luar kuliah. Ada banyak sekali.
Saat saya mengontrak mata kuliah praktikum terakhir di S1, dosen saya menekankan pada saya untuk mempelajari prinsip dasar dari seluruh alat tes, agar saya bisa menciptakan alat tes saya sendiri. Setelah saya lulus dan berkonsultasi dengan beberapa psikolog (untuk belajar, bukan karena saya sakit mental), beberapa psikolog itu juga menyarankan agar saya menciptakan sendiri instrumen yang baru, sehingga hal itu menjadi nilai jual yang unik dari diri saya.
Daripada ikut arus (karena takut akan ketidakpastian di masa depan), lebih baik pelajari apa yang ada di hadapan kita sekarang dengan mendalam agar kita bisa menciptakan sendiri arus yang baru. Siapa tahu hal-hal yang sekarang dianggap “baru” itu juga akan menjadi obsolete di masa yang akan datang?