Kemarin ini saya ngobrol dengan Eya Grimonia saat saya kembali menjadi organizer TEDxBandung. Jadi ceritanya ini lagi H-1, terus Eya Grimonia datang malam-malam sama orangtuanya untuk check sound, karena selain menyampaikan presentasi, dia juga akan ngasih performance di sesi kedua. Untuk yang belum tahu, Eya Grimonia adalah seorang violis muda berusia 16 tahun. Setelah soundman Saung Angklung Udjo datang, Eya pun mulai check sound selama beberapa menit bersama ibunya. Setelah merasa puas, dia merapikan kembali violinnya dan menunggu kedua orangtuanya yang sedang mengobrol dengan panitia dan soundman.
Saat itulah saya kenalan dengan Eya, dan ngobrol sedikit dengan dia. Rupanya dia sudah dilatih musik sejak usia 2 tahun. Lebih spesifiknya, mulai dari usia 2 tahun dia mulai dilatih menyanyi dan mulai usia 4 tahun dia mulai memegang violin. Dia mengatakannya seolah-olah itu hal yang biasa, tapi dalam hati saya merasa sangat terkejut dan rasanya menyusuuuuuuuuuuut banget. Apa sih yang saya kerjakan waktu umur 4 tahun? Orangtua saya workaholic dan sibuk bekerja jadi kayaknya saya lagi nonton video kartun. Atau mungkin lagi nangis, soalnya saya cengeng.
Keesokan harinya, saat hari-H, Eya Grimonia datang dari pagi untuk mengecek panggung dan berbagai persiapan lainnya. Saat itu saya bertanya, “Kamu jarang ngetweet ya? Padahal pakai BB.” Saya bertanya begitu karena saya memegang akun @TEDxBandung dan beberapa kali mention @EyaGrimonia, tapi selalu baru dibalas agak malam, tidak pernah instan. Dia menjawab, “Hm… jarang banget sih. Aku nggak bisa kayak artis yang lain, kayak Pandji misalnya yang memang kuat marketingnya lewat twitter.” Terus saya nanya lagi, “Kenapa?”. Lalu dia menjawab, “Karena tiap hari latihan 9 jam.”
Damn.
Keep in mind, Eya Grimonia ini tetap mengikuti pendidikan formal seperti orang lain, jadi dia sedang berada di SMA kelas 2. Bayangin. SMA itu masuk jam 7, keluar jam 1. (Ada koreksi dari pak Budhiana, ternyata Eya itu homeschooling… wah, saya baru tahu ini. Terima kasih pak Budhiana!). Itu udah 6 jam. Ditambah 9 jam buat latihan dan 8 jam buat tidur… artinya tiap hari dia cuma ada waktu pribadi 1 jam. Itu pun pasti sudah dipotong dengan makan, mandi, dsb.
Waktu break sesi pertama di TEDxBandung, nggak banyak pengunjung yang tahu siapa Eya Grimonia. Dipikirnya dia itu peserta juga kali, haha… jadi dia muter-muter di panggung buat nyoba dapetin feelnya. Pas sesi kedua, Eya Grimonia memainkan violinnya dan… menyihir semua penonton. Semua diem. Bengong. Ga ada yang gerak. Termasuk pembicara kita yang lain, seperti Pandji. Di sesinya sendiri, Mbah Sudjiwo Tedjo saja sampai memberikan komentar bahwa Eya Grimonia itu lebih pintar dari dia dalam hal musik. Saat sesi break kedua, dia langsung dikerubungi penggemar barunya. Banyak yang ingin foto dengan cewek cantik yang berbakat ini.
Bayangin: lagu Smooth Criminal dari Michael Jackson bisa dimainkan solo dengan menggunakan violin. Bener-bener tanpa pengiring. Saya yakin, saat Eya memainkan lagu itu dan semua penonton terdiam, mereka semua sedang berpikir “Anjiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiir, di dunia ini ada yang sejago itu? Orang Indonesia pula? Dan masih di bawah umur? DAN ADA DI DEPAN GUE?”
Pemikirannya pun mendalam karena memang dia sedang mempelajari filosofi musik. Topik yang dia bawakan sebenarnya tidak ringan, tapi dengan menggunakan media musik, semua penonton bisa mengikutinya, bahkan terhanyut dalam permainan Eya Grimonia.
Kita-kita yang nonton di TEDxBandung itu cuma lihat 18 menit permainan violinnya saja. Kita nggak nonton perjuangannya untuk latihan 9 jam setiap hari. Ini yang biasanya luput dari mata kita. Saya sangat yakin bahwa Eya Grimonia itu berbakat, tapi dia toh nggak coba nyoba gesek-gesek violin 5 menit dan terus langsung jadi jago kan? It takes practice to be a master. Bayangin, 9 jam setiap hari, mulai dari umur 4 tahun. Ini konsistensi, dan ini contoh yang jarang ada.
You know, Bruce Lee pernah bilang: “Saya tidak takut dengan orang yang punya 10,000 jenis tendangan. Saya takut dengan orang yang punya 1 jenis tendangan tapi sudah dilatih 10,000 kali.” Ini bener-bener terngiang kembali di kepala saya. Kita nggak boleh ngerasa congkak karena merasa sedikit lebih pintar dan berbakat dibandingkan dengan orang lain jika kita bukanlah tipe orang yang mau berusaha. Kita juga nggak perlu lah punya mental pecundang yang membuat kita nggak mau berusaha dengan alasan “emang gue nggak punya bakat! emang gue ini bodoh! emang gue ini miskin!” etc etc yang intinya menyalahkan lingkungan dan diri sendiri. Itu ga ada gunanya. Useless! Nothing!
Lah, yang punya bakat aja tetap mau usaha latihan 9 jam tiap hari kok?
Yuk, kita mulai berubah dan mau menjadi lebih seperti Eya Grimonia. Buat Eya Grimonia, usaha yang dia kerahkan setiap hari adalah 9 jam latihan. Buat kita mungkin beda. Tapi… yuk, kita berubah? Mau kan?