Di jagat maya Twitter kemarin, ada kabar yang cukup heboh tentang Ryu Hasan, seorang dokter saraf, yang mendapat tuduhan plagiarisme. Dia menjiplak sebagian isi dari buku “How We Decide” karya Jonah Lehrer, menerjemahkannya ke bahasa Indonesia, menggunakan hasil terjemahan itu sebagai bahan diskusi di forum sains (Freedom Institute), dan… tidak memberikan kredit kepada penulis aslinya.
Kasus ini heboh karena Ryu Hasan hampir masuk ke dalam kategori ‘seleb twitter’. Dia juga sering memberikan ‘kultwit’ lewat media twitter. Tentu saja kabar tentang kasus ini akan meruntuhkan kredibilitasnya. Yang rusak bukan cuma nama baik dirinya, tapi juga institusi yang diasosiasikan dengan dirinya. Kenalan saya di internet sedang berencana untuk membuat sebuah lembaga resmi yang memiliki misi untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Rencananya, Ryu Hasan akan dijadikan sebagai ‘pembina’ (intinya nama dia dicatut supaya lembaganya bisa dianggap resmi). Tapi gara-gara kasus ini, dia pun jadi mikir-mikir lagi, hehehe.
Saya pertama kali mendapatkan kabar plagiarisme ini melalui akun Twitter @robymuhamad (founder AkonLabs, dosen F. Psikologi UI; saya pertama kali bertemu saat acara TEDxBandung 2); tweetnya sederhana “kasus plagiarisme baru di Indonesia“, disertai dengan link ke situs Nalar Ekonomi. Ini direct link ke postingan yang dimaksud, diposting oleh Arya Gaduh dan Tirta Susilo dengan judul “Plagiarisme atas buku ‘How We Decide’“. Postingan itu membandingkan versi asli (karya Jonah Lehrer) dan versi Ryu Hasan side-by-side, sehingga terlihat dengan sangat jelas sekali bahwa itu adalah hasil karya terjemahan. Saya sangat menyarankan untuk membaca postingan blog itu.
Jika kita search kata kunci ‘ryuhasan’ di twitter kemarin malam, maka akan terlihat bahwa sudah buanyak orang yang mengetahui kasus ini. Ada komentar yang kasar, ada yang tajam, ada yang kocak. Sementara itu, akun @ryuhasan jadi diam semalaman (padahal biasanya aktif terus, jumlah tweetnya saja sudah 15rb++). Ada yang berkomentar “ini Ryu Hasan nggak aktif di twitter soalnya lagi mikirin strategi buat melipir… atau strategi biar bisa harakiri tanpa rasa sakit :P”, ada juga yang bilang “mending Ryu Hasan ngaku, terus tobat dan buka usaha terjemahan aja!”. Sebagai bukti bahwa kasus Ryu Hasan ini turut mencemarkan nama institut yang diasosiasikan dengan dirinya, ada yang berkomentar “Freedom Institute itu isinya orang-orang liberal… ada yang saking liberalnya sampai-sampai bebas melakukan plagiarisme”.
Pagi ini, Ryu Hasan memberikan konfirmasi di Twitter (sekitar pukul 8 pagi) bahwa dia memang melakukan kesalahan. Hal itu bisa dilihat di http://www.twitter.com/ryuhasan
@ryuhasan
Kesalahan saya yg pertama, naskah yg saya ketik dengan buru2 itu selain banyak salah ketik, tidak saya sertakan dicomot dari buku mana
Kesalahan saya yg kedua, saya terlewat tidak memberikan stroke/kredit kepada Jonah Lehrer selama diskusi
Kesalahan yg ketiga, saya tidak pernah meminta kepada pihak @freedominst utk tidak meng up-load naskah itu bulat2
Ini bisa jadi suatu pelajaran menarik bagi kita semua. Dalam sains, pihak yang kita anggap sebagai ‘otoritas’ tetap dapat melakukan kesalahan, sehingga semua ucapannya jangan kita terima mentah-mentah begitu saja. Saya juga ikut membahas kasus ini dengan kenalan saya secara online. Rupanya memang secara pribadi, (menurut mereka lho, bukan menurut saya) Ryu Hasan ini orangnya kurang menyenangkan. Kayaknya dia tipe yang nggak mau diralat, ga mau didebat, dan langsung merasa benar, gitu. Mungkin ini dipengaruhi latar belakangnya juga sebagai seorang dokter yang rentan terkena ‘God Complex’. Saya sendiri belum pernah bertemu langsung dengan Ryu Hasan, hanya pernah lihat videonya saja… jadi saya nggak mau ikut memberikan penilaian dulu.
Apakah dengan @ryuhasan mengaku salah di twitter lalu kasusnya jadi selesai? Nggak dong. Ini masih jauh dari cukup. Selain perlu mengaku di depan publik saat diskusi mingguan Klub Sains, dia juga perlu memberikan statement tertulis di situs Freedom Institute dan juga mengirimkan permintaan maaf kepada Jonah Lehrer. Toh yang HAKI-nya direnggut kan dia, bukan followernya di Twitter.
Sampai saat tulisan ini saya publish, kasusnya masih terus berkembang… jadi kita ikuti terus perkembangannya! 😀
God complex. Sulit minta Maaf. Perlu disentil secara akademisi. Dan Mohon Maaf resmi kepada Jonah Lehrer.
God complex? Menggeneralisir bahwa semua profesi dokter rentan terkena God complex. Only doctor?
Seorang dokter rentan terkena God complex? Menurut saya bukan profesinya, tapi kembali ke personal . Siapapun dan profesi apapun bs terkena God complex.