Postingan di bawah ini saya kopi dari notes yang saya buat di Facebook.
Kemarin saya dikasih tau sama teman via twitter bahwa kita bisa mengakses data mahasiswa secara lengkap di situs DIKTI. Katanya, database ini cenderung lengkap, sampai-sampai IPK mahasiswa se-Indonesia pun bisa terlihat! Buat mahasiswa tertentu, IPK adalah informasi yang sifatnya lebih pribadi daripada agama dan Tuhan mana yang dia percayai. Wah, jelas ini merupakan informasi yang menarik buat saya (dan seluruh mahasiswa psikologi sejagat raya) yang pada dasarnya punya sifat kepo berat. Kepo itu asalnya dari dialek Hokkien yang artinya ‘ingin tahu urusan pribadi orang lain’, belakangan diplesetkan jadi ‘singkatan dari kepengen nyaho‘ 😀
Oh ya, alamat situsnya adalah http://evaluasi.dikti.go.id/epsbed/
Sayangnya, saat saya buka situs DIKTI hari ini, ternyata informasi tentang IPK itu sudah nggak ada lagi 😦 Kecewa deh. Tapi kita masih bisa mengakses data tentang jumlah SKS yang dikontrak oleh mahasiswa tersebut sih. Kan itu sudah bisa menjadi alat bantu untuk memprediksi berapa IPK orang tersebut. Tapi… database Perguruan Tingginya baru di-update sampai tahun ajar 2009, semester ganjil. Kecewa ganda deh.
Berhubung saya sudah terlanjur membuka situs itu, saya pun iseng-iseng menelusuri fitur yang ada di sana. Pertama-tama, saya iseng-iseng membuka profil mahasiswa teman seangkatan saya… wuih, ternyata banyak juga SKS yang dikontrak teman-teman, pinter semua! Lalu saya mulai menelusuri data dosen; iseng-iseng saya input beberapa nama dosen yang saya kenal secara acak. Ternyata kelengkapan databasenya tidak merata. Ada dosen yang sudah lama bergelar S2 tapi di profilnya masih tertulis S1, tapi ada juga profil dosen yang lengkap banget sampai-sampai ada pasfotonya segala! Ada juga yang ngaco total; ada salah satu dosen di prodi saya yang tercatat sebagai pemegang gelar Insinyur dari program studi Teknik Kimia ITB, padahal itu nggak mungkin banget.
Tapi yang ingin saya bahas bukan database dosen, melainkan database prodi (program studi). Database yang ditayangkan oleh DIKTI ini merupakan teknologi yang dapat membantu kita untuk membuka mata lebih lebar terhadap kondisi di sekitar kita. Mungkin kita-kita yang tadinya hanya berpikir di tingkat fakultas sendiri akan jadi mampu untuk berpikir dalam skala yang lebih besar.
Kalau kita buka ‘Data Evaluasi Program Studi’ kita akan ditampilkan sebuah grafik yang menunjukkan jumlah mahasiswa yang berada di program studi tersebut pada tahun tertentu. Grafiknya berbentuk bar chart, jadi kita bisa melihat peningkatan atau penurunannya.

Coba lihat grafik di atas. Pada tahun 2009, di semester ganjil, tercatat ada 1440 mahasiswa di program studi Psikologi (S-1) Universitas Kristen Maranatha. Sungguh banyak! Pada awalnya saya bangga, karena ini berarti prodi saya cukup banyak diminati oleh orang-orang. Akan tetapi, penilaian baik atau buruk terhadap suatu kondisi baru dapat diberikan setelah kita membandingkannya dengan kondisi yang lain.

Saya pun membuka data evaluasi prodi Psikologi Unpad, yang ‘bersaudara’ dengan prodi Psikologi Maranatha sebagai prodi Psikologi yang paling lama berdiri di Bandung. Malahan prodi Psikologi Unpad lebih senior 4 tahun daripada prodi kita karena mereka berdiri tahun 1961. Alangkah terkejutnya saya ketika menemukan bahwa jumlah mahasiswanya pada tahun 2009 semester ganjil adalah… 711. Kok, cuma setengahnya prodi Psikologi Maranatha? Apakah karena lokasinya jauh (Jatinangor), terus orang-orang yang tertarik untuk masuk sana tidak sebanyak yang mau masuk prodi Psikologi Maranatha? (Lucunya meskipun jumlah mahasiswa kita 2x lipat mereka, tapi jumlah dosen kita malahan lebih sedikit dari mereka, haha… barangkali dosennya superhuman semua di Maranatha)

Lalu saya membandingkan data ini dengan data evaluasi prodi Psikologi UI. Saya masih tetap terkejut, karena jumlah mahasiswa pada tahun 2009 semester ganjil di prodi Psikologi UI adalah… 1089. Lah, ini juga masih lebih sedikit daripada prodi Psikologi kita? (Lagi-lagi, jumlah mahasiswa kita lebih banyak dari mereka, tapi jumlah dosen kita lebih sedikit dari mereka. Hidup manusia super!).
Kenapa bisa begini ya?
Saya memiliki dua dugaan:
- Kemungkinan pertama, prodi Psikologi Unpad dan UI ada di universitas negeri, sehingga saringannya lebih ketat. Hasilnya, jumlah mahasiswa baru per tahun ajaran pun lebih sedikit. Jika ini benar, maka sebenarnya saya berharap bahwa di prodi saya pun saringannya lebih diperketat lagi. Rasanya benar-benar nggak nyaman kuliah psikologi di ruangan yang isinya ada 40-50 orang! Lebih baik 1 kelas hanya 20 orang tapi diisi dengan orang-orang yang memang niat untuk belajar psikologi.
- Kemungkinan kedua, sebenarnya jumlah mahasiswa baru yang bertambah nggak beda jauh, tapi di prodi Psikologi Maranatha mahasiswa seniornya pada nggak lulus-lulus! Jika ini benar, maka… gawat dong? Kenapa bisa begini? Salah kurikulum? (sementara prodi Psikologi lain sudah merancang kurikulum yang lebih canggih sehingga memungkinkan untuk lulus 3.5 tahun, di prodi kita lulus dalam waktu 5 tahun masih dianggap wajar. Padahal jaman sudah berubah, semuanya sudah bergerak lebih cepat!) Atau salah mahasiswanya? (Malas untuk transisi ke dunia setelah kelulusan karena merasa belum siap untuk lepas dari dunia akademik. Padahal umur udah di atas 21 tahun.) Intinya sih mahasiswa tingkat akhir sebaiknya cepetan lulus, biar nggak terus-terusan nyumbang duit pembangunan yang ujung-ujungnya dipakai buat beli aquarium, TV, dan renovasi foodcourt!
Maaf mas agus, salam kenal saya vita. Mau tanya Mas Agus kenal dengan mbak ambar/hapsari psikologi maranatha angkatan 09 tidak ya?