My rating: 3 of 5 stars
Buku yang tipis ini selesai saya baca dalam waktu sekitar satu jam saja. Saya membacanya di Kineruku (Rumah Buku) Hegarmanah Bandung. Saya tertarik dengan covernya… di bagian atas ada tulisan “World’s Classics'”, dan ada gambar 2 anak lelaki yang berlindung dari hujan dengan cara yang berbeda: satu memakai cara modern, pakai payung; yang satunya memakai cara tradisional, pakai daun pisang.
Oeroeg menceritakan tentang kisah pertemanan antara seorang keturunan Belanda (disebut sebagai “Aku”) yang dilahirkan di Indonesia dengan seorang pribumi Sunda bernama Oeroeg. Kisah ini bercerita mulai dari persahabatan mereka sebelum masuk sekolah hingga mereka berdua menjadi orang dewasa.
Pada awalnya, dengan segala kepolosan anak-anak, “Aku” berteman dengan Oeroeg dengan tulus. Namun, dalam cerita perlahan-lahan mereka dipisahkan oleh nasib yang bernama “keturunan”. Perubahan diri Oeroeg dikisahkan dengan sangat menarik, mulai dari anak yang polos, kemudian menjadi keturunan sok Indo yang borjuis, dan kemudian menjadi seorang nasionalis.
Nuansa yang dibawakan dalam buku ini sangatlah melankolis. Sangat cocok dengan suasana saat saya membaca buku ini… saat itu di luar ada hujan rintik-rintik dan ada iringan alunan lagu yang sangat-sangat sedih. Saya gak tau kenapa penjaga perpustakaan Kineruku suka sekali dengan musik melankolis.
Saya merasa bahwa kisah persahabatan ini cukup menyentuh saya karena settingnya yang dekat, yaitu di Indonesia. Sebenarnya kisah persahabatan 2 orang yang berasal dari kelompok yang berbeda ini sudah cukup sering, bahkan sudah jadi trope atau arketipe dalam berbagai cerita.
Related Articles
- The Tea Lords, By Hella S Haasse, trans. Ina Rilke (independent.co.uk)
- Tea Books: The Latest Crop (englishtea.us)