Di semester ini, saya ikut membantu di fakultas Psikologi dengan menjadi salah satu pembimbing Metodologi Penelitian bagi para mahasiswa semester 6. Di semester ini, entah mengapa, ada sekelompok mahasiswa yang tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai makna hidup (meaning of life). Saat saya melakukan tanya jawab sebagai bagian dari diskusi awal, semuanya menggunakan konsep Makna Hidup yang dikemukakan oleh Viktor Frankl.
Siapakah Viktor Frankl?

Everything can be taken from a man but one thing: the last of the human freedom—-to choose one’s attitude in any given set of circumstances, to choose one’s own way.
~ Viktor Frankl, Man’s Search for Meaning
Viktor Emil Frankl adalah seorang neurolog dan psikiater yang berhasil selamat dari peristiwa Holocaust. Dia adalah pencipta “logotherapy“, yang dijelaskan secara singkat dalam bukunya yang menjadi best-seller: “Man’s Search for Meaning” (baca resensi singkat saya di sini). Buku tersebut menceritakan tentang peristiwa Holocaust dari sudut pandang seorang psikiater. Karena peristiwa Holocaust merupakan salah satu tragedi paling mengerikan dalam sejarah perbuatan manusia modern, maka buku itu banyak dibaca oleh orang-orang.
Seperti apa hasil pemikirannya?
Melalui pengalamannya terjebak di dalam kamp konsentrasi tersebut, Viktor Frankl menemukan suatu metode psikoterapi yang baru: manusia akan dapat terus bertahan hidup dengan cara apapun, selama dia masih dapat menemukan makna dalam segala peristiwa yang dialaminya. Dalam buku Man’s Search for Meaning, Viktor Frankl mengutip ucapan Friedrich Nietzsche:
He who has a why to live can bear almost any how – Friedrich Nietzsche
Maksudnya, selama seseorang masih dapat memikirkan makna mengapa suatu hal terjadi terhadap dirinya, maka dia akan tetap terus mampu untuk mempertahankan eksistensinya. Ini sungguh menarik karena Frankl mengalami sendiri kondisi menderita yang teramat berat, namun dia tetap mampu bertahan hidup dan memikirkan masa depan.
Dari hasil observasinya yang tajam selama berada di kamp konsentrasi, Frankl menemukan 3 reaksi psikologis yang dialami oleh para tahanan:
- Shock saat pertama kali masuk ke dalam kamp konsentrasi
- Apatis setelah mulai terbiasa dengan kondisi yang dialaminya (mereka hanya menghiraukan hal-hal yang berkaitan dengan bertahan hidup), dan
- Depersonalisasi, kehilangan panduan moral, kepahitan, dan mulai mengkhayal tentang kebebasan.
Melalui observasinya juga, dia menyimpulkan bahwa makna hidup selalu dapat ditemukan dalam setiap momen kehidupan. Kehidupan akan selalu memiliki makna, baik dalam penderitaan maupun saat-saat kematian. Simpulan Frankl mengenai pentingnya memiliki makna hidup dan kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk bertahan hidup berasal dari pengamatannya terhadap para tahanan yang pasrah dan kehilangan makna hidup. Biasanya, mereka akan berhenti melakukan kegiatan, hanya berbaring saja di tempat tahanan, merokok… lalu mati keesokan harinya. Itu semua karena mereka sudah menyerah menghadapi hidup yang tidak lagi memiliki makna bagi mereka.
Happiness cannot be pursued; it must ensue.
~ Viktor Frankl, Man’s Search for Meaning
Menurut American Journal of Psychiatry, Viktor Frankl disebut sebagai “the most significant thinking since Freud and Adler”. Luar biasa, bukan? Sungguh sayang, dia telah meninggal pada tahun 1997. Dan sampai sekarang, saya masih belum membaca buku terakhirnya: “Man’s search for the ULTIMATE Meaning”. Dashyat ya, judul bukunya?
Satu tanggapan untuk “Tokoh Psikologi: Viktor Frankl (Pencipta Logotherapy)”