Kemarin-kemarin ini saya baru selesai melakukan perwalian untuk yang terakhir kalinya di S1. Yap, saya memasuki semester terakhir di jenjang strata satu: Semester Delapan. Kalau mau lebay, ini semester yang beban mentalnya paling berat. Apalagi kalau ada yang bertanya:
Orang lain: “Sekarang semester berapa?”
Saya: “Semester 8.”
Orang lain: “Kapan wisuda? Kok, belum punya kerja? Udah punya pacar? Blablabla….”
Pokoknya lanjutan obrolan itu pasti kurang enak buat saya. Yang perempuan lebih nggak enak lagi, karena ditanyain kapan nikah (bisa dijawab garink dengan bilang Mei… Maybe Yes Maybe No). Padahal saya kuliah tepat waktu loh (sampai sekarang belum pernah ngulang atau dapet D), tapi kurikulum di fakultas saya (fakultas psikologi di kampus lain tentu saja berbeda) memang tidak mendukung untuk bisa lulus 3.5 tahun. Dalam hal ini, saya sedikit iri hati juga dengan teman-teman dari jurusan lain yang memang pada umumnya bisa lulus kuliah S1 dalam waktu 3.5 tahun.
Saat perwalian, selalu banyak sekali mahasiswa yang ke kampus. Saya bertemu dengan teman 1 angkatan saya yang lama sekali tidak saya jumpai secara langsung karena kesibukan masing-masing. Di tengah banyaknya mahasiswa psikologi tingkat akhir yang sedang galau dan loyo, saya sedikit terhibur dengan kehadiran orang ini: dia sudah membuat perencanaan tentang masa depannya dan apa yang akan dia lakukan setelah dia lulus. Jujur, jika saya bertanya “habis lulus mau ngapain”, banyak orang yang menjawab secara generik tanpa memiliki perencanaan yang jelas. Contoh jawaban generik: (1) mau kerja di kantor; (2) mau masuk biro; (3) mau masuk sekolah jadi guru; (4) kawin.
Jika anda mempunyai target seperti itu, tentu saja anda harus membuat perencanaan bagaimana anda akan mencapai target tersebut. Sama ibaratnya dengan untuk mencari harta karun, anda harus memiliki petanya terlebih dahulu. Mau kerja di kantor tapi IPK masih saja di bawah standar minimum? Mau masuk biro tapi gak pernah suka mengadministrasikan alat tes psikologi? Mau jadi guru BK tapi gak mau ambil program sertifikasinya? Kawin tapi gak punya pacar? (atau pacarnya juga sama2 masih mahasiswa, belum punya kerjaan). Itu semua kan terkesan konyol, gitu.
Saya ingat ucapan Dekan Ekonomi (fakultas sebelah) saat saya hadir di acara ulang tahun ke-25 fakultasnya. Beliau menceritakan pengalamannya saat lulus sidang sarjana dan mendapat gelar S.E. Salah satu pertanyaan terakhir yang diajukan oleh dosen penguji -dekan saat itu- bertanya: “Apa rencana kamu sesudah lulus?“. Nah, saat itu beliau belum memikirkan hal tersebut dan menjawab dengan jujur “saya belum memikirkan hal itu, jadi bagaimana nanti saja.” Dosen penguji itu pun membalas dengan ucapan yang menurut saya seharusnya disadari oleh setiap calon sarjana: “Kamu ini sudah mau jadi sarjana tapi kok tidak bisa membuat perencanaan hidup?” Sejak ditegur oleh dosen pengujinya, beliau pun berubah menjadi orang yang lebih banyak melakukan perencanaan sebelum melakukan segala sesuatu.
Nah, di semester terakhir ini, saya mengontrak 2 mata kuliah inti: Skripsi, dan Kode Etik. Selain itu, saya juga mengontrak program sertifikasi Assessment Center. Saya punya minat dalam bidang Psikologi Klinis, tapi kenapa mengambil program sertifikasi Psikologi Industri dan Organisasi? Itu karena di program S1 fakultas saya tidak tersedia program sertifikasi yang mendukung untuk bidang minat Klinis Dewasa 😦 Jika saya ingin terus mendalami bidang Klinis, nampaknya mau tidak mau saya harus meneruskan studi hingga jenjang S2. Nggak masalah, memang harus.
Selain itu, saya juga mengontrak 2 mata kuliah tambahan. Keduanya itu mata kuliah pilihan sih. Saya tetap ingin menyibukkan diri di dunia kampus supaya tetap terdorong untuk mengerjakan skripsi. Saat kita jarang ada di kampus, kita serasa terlepas dari dunia akademik dan itu membuat kita sangat malaaaaaaas sekali untuk menulis skripsi. Ini pengamatan saya terhadap senior saya yang dulu sangat aktif dalam berbagai kegiatan dan sudah mulai bekerja sebelum dia mengontrak skripsi. Karena lebih sering ada di luar kampus, pada akhirnya dia tidak ada niat lagi mengerjakan skripsi. Toh, kerjaannya juga menghasilkan duit yang lumayan, begitu pikirnya (mungkin).
Saya menulis postingan ini dengan judul perhentian ‘Stasiun Pertama’, karena setelah lulus S1, itu bukan berarti saya akan berhenti belajar. Apalagi psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia yang terus berkembang dengan pesat. Tentu saja calon psikolog pun pengetahuannya harus terus di-update! Jangan terus-terusan pakai konsep kuno, apalagi gak punya konsep sama sekali! Yuk, terus semangat untuk belajar! 😀